TAHAP AWAL PERKEMBANGAN ISLAM DI
NUSANTARA
Masyarakat Nusantara yang pertama
kali menerima kali menerima ajaran Islam adalah masyarakat di kota-kota
pelabuhan atau tempat-tempat di pesisir pantai. Menurut ahli sejarah, beberapa
orang penduduk pantai tersebut adalah masyarakat Barus. Agama Islam kemudian
berkembang pesat dengan adanya kerajaan-kerajaan di pesisir pantai. Di Sumatera
setelah munculnya Kesultanan Samudera Pasai pada abad ke-13 agama islam
menyebar ke selatan hingga akhirnya dianut sebagian besar masyarakat Sumatera.
Tokoh yang amat berperan menyebarkan Islam di pedalaman Sumatera adalah Syekh
Ismail.
Agama Islam mulai berkembang di
Pulau Jawa sejak abad ke-11. Bukti yang memperkuat dugaan itu adalah
ditemukannya batu nisan Fatimah binti Maimun di Leran-Gresik berangka tahun
1082 M.
Perkembangan agama Islam di Maluku
terjadi pada abad ke-14 M. Raja Ternate ke-12, Malomatiya (1350-1357)
bersahabat baik dengan pedagang-pedagang Arab. Sultan Zainal Abidin banyak
memperoleh ajaran Islam dari Madrasah Giri di Jawa.
Para pedagang itu tiba melalui
Malaka, Sumatera dan Jawa. Menurut Tome Pires, pada awal abad ke-16 di Sulawesi
terdapat 50 buah kerajaan yang menyembah berhala. Raja-raja di Gowa dan Tallo
resmi memeluk agama Islam sejak tahun 1605 M. Tokoh-tokoh dari Sumatera Barat
amat berperan dalam menyebarkan agama Islam di Sulawesi Selatan, yaitu Datok ri
Bandang, Datok Sulaeman, dan Datok ri Tiro.
Di Kalimantan Selatan pada waktu itu
terdapat kerajaan bercorak Hindu, yaitu Negara Daha yang diperintah oleh
Maharaja Sukarama. Islam mulai masuk ke Lombok pada permulaan abad ke-16.
Adapun masyarakat Bali mulai mengenal Islam sejak abad ke-17 berkenaan dengan kedatangan
beberapa nelayan Bugis dan pasukan Makasar yang pindah ke Bali ketika negerinya
dilanda perselisihan dengan kompeni Belanda. Ulama Arab yang amat berjasa
menyebarkan Islam di Bali ialah Sayyid
Muhammad al Aydrus dan Sayid Ali bin Abu Bakar al Hamid.
Terdapat 3 teori yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori
Persia.
Ketiga
teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalah waktu masuknya
Islam ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama
Islam ke Nusantara.
1.
Teori Gujarat
Teori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada
abad 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori
ini adalah:
1. Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab
dalam
penyebaran
Islam di Indonesia.
2.
Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia –
Cambay
– Timur Tengah – Eropa.
3.
Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang
bercorak
khas Gujarat.
Pendukung
teori Gujarat
adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M.
Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya
pada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra
Pasai. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia)
yang pernah singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di
Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari
India yang menyebarkan ajaran Islam.
Demikianlah penjelasan tentang teori Gujarat. Silahkan Anda
simak teori berikutnya.
2.
Teori Makkah
Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan
terhadap teori lama yaitu teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa
Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab
(Mesir).
teori
ini adalah Dasar:
1.
Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat
perkampungan
Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah
mendirikan
perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan
berita
Cina.
2.Kerajaan
Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab
Syafi’i
terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/India
adalah
penganut mazhab Hanafi.
3.
Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut
berasal
dari
Mesir.
Pendukung
teori Makkah ini
adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini
menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya
ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar
terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.
Dari
penjelasan di atas, apakah Anda sudah memahami? Kalau sudah paham simak teori
berikutnya.
3.
Teori Persia
Teori
ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal
dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya
masyarakat Islam Indonesia seperti:
1.
Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi
Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat
peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau
Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.
2.
Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu
Al – Hallaj.
3.
Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda
tanda bunyi Harakat.
4.
Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
5.
Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik. Leren adalah nama
salah satu Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein
Jayadiningrat.
Ketiga
teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan
kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan
bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke – 7 dan mengalami
perkembangannya pada abad 13. Sebagai pemegang peranan dalam
penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India).
Proses
masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia pada dasarnya dilakukan dengan
jalan damai melalui beberapa jalur/saluran yaitu melalui perdagangan seperti
yang dilakukan oleh pedagang Arab, Persia dan Gujarat.
Pedagang
tersebut berinteraksi/bergaul dengan masyarakat Indonesia. Pada
kesempatan tersebut dipergunakan untuk menyebarkan ajaran Islam. Selanjutnya
diantara pedagang tersebut ada yang terus menetap, atau mendirikan
perkampungan, seperti pedagang Gujarat mendirikan perkampungan
Pekojan.
Dengan
adanya perkampungan pedagang, maka interaksi semakin sering bahkan ada yang
sampai menikah dengan wanita Indonesia, sehingga proses penyebaran
Islam semakin cepat berkembang.
Perkembangan
Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh ulama atau mubaliqh yang menyebarkan
Islam melalui pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren.
Pondok
pesantren adalah tempat para pemuda dari berbagai daerah dan kalangan
masyarakat menimba ilmu agama Islam. Setelah tammat dari pondok tersebut, maka
para pemuda menjadi juru dakwah untuk menyebarkan Islam di daerahnya
masing-masing.
Di
samping penyebaran Islam melalui saluran yang telah dijelaskan di atas, Islam
juga disebarkan melalui kesenian, misalnya melalui pertunjukkan seni gamelan
ataupun wayang kulit. Dengan demikian Islam semakin cepat berkembang dan mudah
diterima oleh rakyat Indonesia.
Untuk
menguji tingkat pemahaman Anda, silahkan Anda diskusikan dengan teman-teman
Anda, mencari alasan mengapa Islam mudah diterima oleh masyarakat Indonesia.
Selanjutnya dapat Anda simak uraian materi berikutnya.
Di
pulau Jawa, peranan mubaligh dan ulama tergabung dalam kelompok para wali yang
dikenal dengan sebutan walisongo yang merupakan suatu majelis yang berjumlah
sembilan orang. Majelis ini berlangsung dalam beberapa periode secara
bersambung, mengganti ulama yang wafat / hijrah ke luar Jawa. Dari penjelasan
tersebut apakah Anda sudah paham, kalau sudah paham simak uraian materi
berikutnya tentang periode penyebaran islam oleh para ulama/wali tersebut.
1.
Periode I :
Penyebaran
Islam dilakukan oleh Maulana Malik Ibrahim*, Maulana Ishaq(-), Ahmad Jumadil
Qubra, Muhammad Al-Magribi, Malik Israil*, Muhammad Al-Akbar*, Maulana
Hasannudin, Aliyuddin*, dan Syeikh Subakir (-).
2.
Periode II :
Penyebaran
Islam digantikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel Denta), Ja’far Shiddiq (Sunan
Kudus), Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
3.
Periode III :
hijrahnya
Maulana Ishaq dan Syeikh Subakir, dan wafatnya Maulana Hassanudin dan Aliyuddin
maka penyebar Islam pada periode ini dilakukan oleh Raden Paku (Sunan Giri),
Raden Said (Sunan Kalijaga), Raden Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang) dan Raden
Qashim (Sunan Drajat).
4.
Periode IV :
Penyebar
Islam selanjutnya adalah Jumadil Kubra dan Muhammad Al-Maghribi dan kemudian
digantikan oleh Raden Hasan (Raden Patah) dan Fadhilah Khan (Falatehan).
5.
Periode V :
Untuk
periode ini karena Raden Patah menjadi Sultan Demak maka yang menggantikan
posisinya adalah Sunan Muria.
Demikianlah
penyebaran tentang periode penyebaran Islam di Indonesia, mudah-mudahan Anda
dapat memahami dengan mudah, selanjutnya Anda simak uraian materi berikutnya.
Para
wali / ulama yang dikenal dengan sebutan walisongo di Pulau Jawa terdiri dari :
1.
Maulana Malik Ibrahim dikenal dengan nama Syeikh Maghribi menyebarkan Islam
di
Jawa Timur.
2.
Sunan Ampel dengan nama asli Raden Rahmat menyebarkan Islam di daerah
Ampel
Surabaya.
3.
Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel memiliki nama asli Maulana Makdum
Ibrahim,
menyebarkan Islam di Bonang (Tuban).
4.
Sunan Drajat juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya adalah Syarifuddin
menyebarkan
Islam di daerah Gresik/Sedayu.
5.
Sunan Giri nama aslinya Raden Paku menyebarkan Islam di daerah Bukit Giri
(Gresik).
6.
Sunan Kudus nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik menyebarkan ajaran Islam di
daerah
Kudus.
7.
Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Mas Syahid atau R. Setya menyebarkan
ajaran
Islam di daerah Demak.
8.
Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Umar Syaid
menyebarkan
islamnya di daerah Gunung Muria.
9.
Sunan Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah, menyebarkan Islam di Jawa
Barat
(Cirebon).
Sembilan
wali yang sangat terkenal di pulau Jawa, Masyarakat Jawa sebagian memandang
para wali memiliki kesempurnaan hidup dan selalu dekat dengan Allah, sehingga
dikenal dengan sebutan Waliullah yang artinya orang yang dikasihi Allah.
Wujud
Akulturasi Kebudayaan Indonesia dan Kebudayaan Islam
Sebelum
Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan yang
dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha seperti yang pernah Anda pelajari pada modul
sebelumnya.
Dengan
masuknya Islam, Indonesia kembali mengalami proses akulturasi (proses
bercampurnya dua (lebih) kebudayaan karena percampuran bangsa-bangsa dan saling
mempengaruhi), yang melahirkan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam
Indonesia. Masuknya Islam tersebut tidak berarti kebudayaan Hindu dan Budha
hilang.
Bentuk
budaya sebagai hasil dari proses akulturasi tersebut, tidak hanya bersifat
kebendaan/material tetapi juga menyangkut perilaku masyarakat Indonesia.
Untuk
lebih memahami wujud budaya yang sudah mengalami proses akulturasi dapat Anda
simak dalam uraian materi berikut ini.
1.
Seni Bangunan
Wujud
akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid, makam,
istana. Untuk lebih jelasnya silahkan Anda simak gambar berikut ini.
Masjid
Demak
Wujud
akulturasi dari masjid kuno seperti yang tampak pada gambar 1 memiliki ciri
sebagai berikut:
1. Atapnya
berbentuk tumpang yaitu atap yang bersusun semakin ke atas semakin
kecil
dari tingkatan paling atas berbentuk limas. Jumlah atapnya ganjil 1, 3 atau 5.
Dan
biasanya ditambah dengan kemuncak untuk memberi tekanan akan
keruncingannya
yang disebut dengan Mustaka.
2.Tidak
dilengkapi dengan menara, seperti lazimnya bangunan masjid yang ada di
luar
Indonesia atau yang ada sekarang, tetapi dilengkapi dengan kentongan atau
bedug
untuk menyerukan adzan atau panggilan sholat. Bedug dan kentongan
merupakan
budaya asli Indonesia.
3.
Letak masjid biasanya dekat dengan istana yaitu sebelah barat alun-alun atau
bahkan
didirikan di tempat-tempat keramat yaitu di atas bukit atau dekat dengan
makam.
Mengenai
contoh masjid kuno selain seperti yang tampak pada gambar 1 Anda dapat
memperhatikan Masjid Agung Demak, Masjid Gunung Jati (Cirebon), Masjid Kudus
dan sebagainya.
Apakah
di daerah Anda terdapat bangunan masjid kuno ? Kalau ada, silahkan Anda
mengkaji sendiri ciri-cirinya, apakah sesuai dengan uraian dalam modul ini?
Selanjutnya silahkan Anda menyimak uraian materi seni bangunan berikutnya.
Selain
bangunan masjid sebagai wujud akulturasi kebudyaan Islam, juga terlihat pada
bangunan makam. Untuk itu silahkan Anda simak gambar 2 makam Sendang Duwur
berikut ini.
Makam
Sendang Duwur
2.
Seni Rupa
Tradisi
Islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Seni ukir relief yang
menghias Masjid, makam Islam berupa suluran tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula
Sinkretisme (hasil perpaduan dua aliran seni logam), agar didapat keserasian,
misalnya ragam hias pada gambar 3 ditengah ragam hias suluran terdapat bentuk
kera yang distilir.
Gambar
Kera yang disamarkan
3.
Aksara dan Seni Sastra
Tersebarnya
agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau tulisan,
yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab
Melayu atau biasanya dikenal dengan istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang
dipakai untuk menuliskan bahasa Melayu tetapi tidak menggunakan tanda-tanda a,
i, u seperti lazimnya tulisan Arab.
Di
samping itu juga, huruf Arab berkembang menjadi seni kaligrafi yang banyak digunakan
sebagai motif hiasan ataupun ukiran dan gambar wayang
Sedangkan
dalam seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra
yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh Hindu – Budha dan sastra Islam yang
banyak mendapat pengaruh Persia.
Dengan
demikian wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari
tulisan/aksara yang dipergunakan yaitu menggunakan huruf Arab Melayu (Arab
Gundul) dan isi ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang
pada jaman Hindu.
Bentuk
seni sastra yang berkembang adalah:
1.
Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh
sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat
ditulis dalam bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh hikayat yang
terkenal yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima
(Hindu), Hikayat Sri Rama (Hindu).
2.
Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai peristiwa
sejarah contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.
3.
Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk
Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.
4.
Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk
kitab yang berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari baik/buruk.
Bentuk
seni sastra tersebut di atas, banyak berkembang di Melayu dan Pulau Jawa. Dari
penjelasan tersebut, apakah Anda sudah memahami, kalau sudah paham silahkan
diskusikan dengan teman-teman Anda, untuk mencari contoh bentuk seni sastra,
seperti yang tersebut di atas yang terdapat di daerah Anda. Selanjutnya
simaklah uraian materi wujud akulturasi berikutnya.
4.
Sistem Pemerintahan
Dalam
pemerintahan, sebelum Islam masuk Indonesia, sudah berkembang pemerintahan yang
bercorak Hindu ataupun Budha, tetapi setelah Islam masuk, maka
kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu/Budha mengalami keruntuhannya dan
digantikan peranannya oleh kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam seperti
Samudra Pasai, Demak, Malaka dan sebagainya.
Sistem
pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya bergelar Sultan atau Sunan seperti
halnya para wali dan apabila rajanya meninggal tidak lagi dimakamkan
dicandi/dicandikan tetapi dimakamkan secara Islam.
Demikianlah
penjelasan wujud akulturasi dalam salah satu hal sistem pemerintahan.
Selanjutnya simak wujud akulturasi berikutnya.
5.
Sistem Kalender
Sebelum
budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal Kalender
Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M. Dalam kalender Saka ini ditemukan
nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon, wage dan kliwon. Apakah
sebelumnya Anda pernah mengetahui/mengenal hari-hari pasaran?
Setelah
berkembangnya Islam Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan
menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah
(Islam).
Pada
kalender Jawa, Sultan Agung melakukan perubahan pada nama-nama bulan seperti
Muharram diganti dengan Syuro, Ramadhan diganti dengan Pasa. Sedangkan
nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai dengan bahasa Arab. Dan
bahkan hari pasaran pada kalender saka juga dipergunakan.
Kalender
Sultan Agung tersebut dimulai tanggal 1 Syuro 1555 Jawa, atau tepatnya 1
Muharram 1053 H yang bertepatan tanggal 8 Agustus 1633 M.
B. KAJIAN
PUSTAKA
A. Proses Masuknya Islam di Indonesia
Melacak sejarah masuknya Islam ke Nusantara bukanlah hal mudah. Ada beberapa pendapat yang hingga kini masih diperdebatkan. Setidaknya ada tiga pendapat yang menjelaskan tentang kedatangan Islam ke Nusantara. Diantara pendapat tersebut adalah pendapat Snouck Hurgronje yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia dari wilayah-wilayah di anak benua India. Tempat-tempat seperti Gujarat, Bengali, dan Malabar merupakan asal masuknya Islam. Pendapat tersebut didasarkan pada tidak terlihatnya peran dan nilai-nilai Arab ada pada Islam pada masa-masa awal, yakni pada abad ke 12 atau 13. Pendapat ini juga didukung dengan hubungan yang sesiduah terjalin lama antara wilayah Nusantara dengan daratan hindia.
Pendapat kedua adalah pendapat yang menyatakan bahwa tanah Persia merupakan tempat awal Islam datang ke Nusantara pendapat ini didasarkan pada kesamaan budaya yang dimiliki kelompok masyarakat Islam di Indonesia dengan penduduk Persia, misalnya tentang 10 Muharram yang dijadikan sebagian hari peringantan wafatnya Hasan dan Husain cucu Nabi Rasulullah selain itu, di Sumatara Bara ada pula tradisi Tabut, yang berarti Kerada, juga untuk memperingati Hasan dan Husain. Pendapat ini menyakini bahwa Islam masuk ke wilayah Nusantara pada sekitar abad ke-13. Wilayah pertama dijamah adalah samudara pasai.
Berbeda dengan pendapat sebelumnya pendapat terakhir ini menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia datang langsung datang dari Mekkah dan Madinah. Waktu kedatangannya tidak pada ke-12 atau ke-13, melainkan pada awal abad ke-7. Menurut pendapat ini, bahwa Islam telah masuk ke Indonesia pada awal Hijriyah, bahkan pada masa pemerintahan khulafaurrasyidin.
Menurut pendapat ini, bahwa menjelang seperempat abad ke-7 sudah berdiri perkampungan Arab Muslim di pesisir pantai Sumatara. Di perkampungan ini orang-orang Arab bermukim dan menikah dengan penduduk local dan membentuk komunitas-komunitas Muslim. Sebuah literatur kuno Arab yang ditulis oleh Buzurg Bin Sharhrial Arram Hurmuzi pada Tahun 1000 memberikan gambaran ada perkampungan-perkampungan Muslim yang terbangun di wilayah kerajaan Sriwijaya. Hubungan Sriwijaya dengan kekhalifahan Islam di Timur tengah terus berlanjut hingga masa khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Melacak sejarah masuknya Islam ke Nusantara bukanlah hal mudah. Ada beberapa pendapat yang hingga kini masih diperdebatkan. Setidaknya ada tiga pendapat yang menjelaskan tentang kedatangan Islam ke Nusantara. Diantara pendapat tersebut adalah pendapat Snouck Hurgronje yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia dari wilayah-wilayah di anak benua India. Tempat-tempat seperti Gujarat, Bengali, dan Malabar merupakan asal masuknya Islam. Pendapat tersebut didasarkan pada tidak terlihatnya peran dan nilai-nilai Arab ada pada Islam pada masa-masa awal, yakni pada abad ke 12 atau 13. Pendapat ini juga didukung dengan hubungan yang sesiduah terjalin lama antara wilayah Nusantara dengan daratan hindia.
Pendapat kedua adalah pendapat yang menyatakan bahwa tanah Persia merupakan tempat awal Islam datang ke Nusantara pendapat ini didasarkan pada kesamaan budaya yang dimiliki kelompok masyarakat Islam di Indonesia dengan penduduk Persia, misalnya tentang 10 Muharram yang dijadikan sebagian hari peringantan wafatnya Hasan dan Husain cucu Nabi Rasulullah selain itu, di Sumatara Bara ada pula tradisi Tabut, yang berarti Kerada, juga untuk memperingati Hasan dan Husain. Pendapat ini menyakini bahwa Islam masuk ke wilayah Nusantara pada sekitar abad ke-13. Wilayah pertama dijamah adalah samudara pasai.
Berbeda dengan pendapat sebelumnya pendapat terakhir ini menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia datang langsung datang dari Mekkah dan Madinah. Waktu kedatangannya tidak pada ke-12 atau ke-13, melainkan pada awal abad ke-7. Menurut pendapat ini, bahwa Islam telah masuk ke Indonesia pada awal Hijriyah, bahkan pada masa pemerintahan khulafaurrasyidin.
Menurut pendapat ini, bahwa menjelang seperempat abad ke-7 sudah berdiri perkampungan Arab Muslim di pesisir pantai Sumatara. Di perkampungan ini orang-orang Arab bermukim dan menikah dengan penduduk local dan membentuk komunitas-komunitas Muslim. Sebuah literatur kuno Arab yang ditulis oleh Buzurg Bin Sharhrial Arram Hurmuzi pada Tahun 1000 memberikan gambaran ada perkampungan-perkampungan Muslim yang terbangun di wilayah kerajaan Sriwijaya. Hubungan Sriwijaya dengan kekhalifahan Islam di Timur tengah terus berlanjut hingga masa khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar